Industri Gerabah Kasongan dari Kebutuhan Sendiri Merambah Pasar Dunia

Awalnya warga Desa Kasongan membuat keramik untuk kebutuhan sendiri. Kini hasil keterampilan mereka telah merambah ke pasar mancanegara, padahal hanya tersebar dari mulut ke mulut. Tantangan terbesar dalam otonomi daerah, adalah bagaimana mengembangkan potensi daerah sebagai pondasi utama pembangunan.

Kabupaten Bantul sedikit beruntung karena memiliki banyak pusat industri kerajinan di wilayahnya. Sebut saja Piyungan, Kasongan, dan Kecamatan Pundong yang terkenal dengan industri kerajinan gerabah dan keramik. Ada Manding sebagai pusat produksi wayang kulit, Pajangan sebagai sentra kerajinan patung kayu ala Asmat. Juga Kecamatan Sewon dan Pandak, yang dalam beberapa tahun terakhir tumbuh menjadi kawasan industri mebel untuk ekspor.

Industri-industri kecil ini mampu bertahan saat melorotnya nilai rupiah, justru ketika ekonomi makro Indonesia rapuh. Lebih-lebih di Desa Kasongan. Desa pengrajin, yang terletak di Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul ini, malah sudah dikenal sampai di mancanegara dengan produk kerajinan keramik dan gerabahnya.

Perkembangan industri kerajinan gerabah dan keramik di desa ini berawal dari usaha warga untuk memenuhi kebutuhan alat-alat rumah tangga, seperti kuali, anglo dan pengaron untuk memasak, serta pot bunga, juga genteng untuk atap rumah. Dalam kurun waktu tahunan aktivitas rumah tangga di Kasongan dikembangkan oleh warga dengan memproduksi kerajinan yang bisa dijual.

Akhirnya warga menghasilkan kreasi hiasan berupa ukir tempel dengan motif dan corak yang khas, yang sekarang dikenal sebagai hasil khas kerajinan gerabah “Kasongan”. Kini produk kerajinan di Kasongan didominasi keramik untuk pajangan atau hiasan rumah, seperti guci, vas bunga, patung mini, asbak, dan pigura foto.

Selain itu banyak juga keramik berukuran kecil yang banyak digunakan oleh penyelenggara hajat resepsi pernikahan sebagai kenang-kenangan bagi para tamu. Ada guci kecil, sepatu keramik seukuran ibu jari tangan, miniatur beragam binatang, dan lain-lain.

Menurut para pemilik galeri keramik di Kasongan, permintaan luar negeri terhadap produk hiasan rumah seperti guci, vas bunga, patung mini, dudukan telepon, tidak pernah surut. Hal ini membuat warga Kasongan tetap optimis menekuni usaha.

Dalam dua tahun terakhir ada ke-cenderungan yang menguntungkan, yaitu meluasnya minat konsumen luar negeri terhadap keramik jenis mebel, semisal meja dan kursi. Sebut saja Suparman yang setiap bulan melayani pesanan 30 hingga 40 set untuk ekspor. “Dalam keadaan setengahjadi harganya 50 hingga 70 ribu. Kalau sudah dibakar, dicat, dan dipoles harganya bisa sampai empat kali,” kata Suparman.

Wisata Industri
Menurut seorang pemilik galeri keramik di Kasongan, Bedjo Adi Utomo, kegiatan industri kerajinan di desanya sudah merupakan sub-sistem dari sistem kehidupan masyarakat Kasongan secarakeseluruhan. “Kebanyakan penduduk Kasongan adalah pengrajin keramik. Yang punya modal, membuat kios sendiri, yang tidak punya modal menjadi gerabah pemasok kios-kios,” tutur pemilik Galeri “Pak Bedjo” ini.

Aktivitas pembuatan gerabah di rumah-rumah warga punya daya tarik lain. Selain bisa mclihat-lihat dan membeli keramik, wisatawan yang datangjuga hisa melihat proses pembuatan gerabah yang dilakukan di rumah-rumah warga. Bila penasaran bisa ikut mcrnegang tanah liat untuk mencoba membuat gerabah. Ini bisa dilakukan tanpaperlu melewali satpam sebagaimana terjadi 6i pabrik-pabrik industri besar.

Selama ini, keramik Kasongan lebih diarahkan ke pasar ekspor. Dihitung secara kasar, perbandingan permintaan luar ncgcri dan dalam ncgeri adalah 75:25. Hal ini diakui Kasiran Djojo Prowiro, Dircklur Nogokukilo Keramik. “Sebagian besar dari produk Nogokukilo diekspor ke luarncgri, terutamaJepang, Italiadan Inggris. Pcrminlaan dalam ncgeri berasal dari Jakarta, Bali, dan Surabaya,” ujarnya menjelaskan.

Dengan sistem pedagangan seperti itu, pengusaha keramik Kasongan berhasil menaikkan omzet sckitar Rp. 30-60 juta setahun. Padahal, tanah liat sebagai bahan utamanya cuma seharga Rp. 60.000 per satu truk mini. Meski demikian, beberapa bahan lain seperti cat, amplas, rata-rata meningkat 100%. Tapi toh, modal untuk membuat keramik tidak terlalu mahal dibanding hargajualnya.

Tanah liat untuk bahan dasar pembuatan keramik Kasongan didapat di sepanjang tepian Sungai Bedog, yang mengapit desa Kasongan di sebelah timur dan selatan. Tanah itu tanah wedi kengser yang tidak bisa dimanfaatkan untuk pertanian, tetapi sangat vital untuk pembuatan gerabah. Selain itu, pengusaha keramik Kasongan juga “mengimpor” bahan dari Pundong, daerah kerajinan, masih di Bantul.

Upaya Pengembangan
Penduduk desa Kasongan menyadari bahwa potensi yang dimiliki desa Kasongan bisa berkembang lebih baik dari sekarang. Hal ini setidaknya diungkapkan olch Bcdjo. Pcmilik Galeri yang punya pelanggan tetap dari Belanda dan Australia ini mengakui bahwa hubungan dengan pengusaha di luar negeri masih bisa diperluas. “Upaya ini sedang dan tetap akan kita lakukan,” katanya.

Tapi upaya memperluas jaringan dengan pengusaha di luar ncgeri ini masih menghadapi kendala yang tidak kecil. Paling tidak, hingga kini belum ada cara penyampaian informasi yang bisa memudahkan pcminat dari luar negeri tahu tentang produk-produk keramik Kasongan.

Selama ini pengusaha keramik berusaha sendiri-sendiri. Mereka mengekspor sendiri hasil kerajinan masing-masing melalui jasa kargo. Ada persaingan antar pengusaha keramik, tapi setiap setiap pengusaha sudah mempunyai pelanggan dari luar negeri. “Biasanya mereka percaya pada satu galeri saja,” katanya.
Bedjo sendiri mengaku mendapatkan pelanggan luar negeri karena mereka sendiri datang langsung ke Kasongan. Mereka langsung datang dari Belanda dan Inggris ke galerinya dan melihat langsung barangnya. “Kebanyakan memang begitu,” cerita Bedjo.

Dengan jalan sendiri-sendiri pola penyampaian informasi yang digunakan para perajin dan usahawan kera-mik Dcsa Kasongan terbilang masih primitif, yaitu sistem getok tular, alias dari mulut ke mulut. “Kebanyakan perajin maupun pcmilik galeri menyadari Icknik lisan jarang bcrhasil, tapi sampai kini ya… inasih apa adanya begitu,” katanya.

Dari pemantauan Kombinasi, sejauh ini, hanya Galeri Keramik Nogo Kukilo yang sudah mempunyai media informasi canggih berupa website dengan alamat www.nogo-kukilo.com. Galeri keramik milik keluarga Kasiran Djojo Prawiro ini secara rutin menampilkan katalog contoh-contoh produknya dalam file elektrik yang bisa diakses dari manapun melalui internet.

Upaya membuat lembaga bersama untuk kemudian berusaha saling menguatkan dan mempromosikan produk secara bersama-sama hingga kini bclum ada. Yang tcrjadi para pemilik galeri berjalan sendiri-sendiri. Kalaupun ada bentuk kcrja sama, menurul Bedjo, antara pcmilik galeri dengan para perajin di bengkel-bengkel rumahan, dalam hubungan antara pemasok dengan pemasar, dan adajuga yang polanya subkontrak.

Tidak adanya upaya bersama antar para pelaku produksi dan pemasaran kerajinan keramik di Kasongan ini, diduga oleh Bedjo, mungkin karena selama ini sudah hisajalan. Melakukan promosi lisan dari mulut kc mulut sudah jalan. “Bahkan wisatawan dari Iriggris, Kanada, Jepang, Australia, Belanda, dan lain-lain selalu datang ke sini,” katanya. (redaksl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protected with IP Blacklist CloudIP Blacklist Cloud